Future
Future
-->
30 Nov 2009

Sejarah Wudlu

Mungkin banyak orang yang belum tau tentang manfaat dan kelebihan wudlu, kali saya akan menjelaskan asal usul wudlu itu bagaimana?? dan sedikit sejarahnya. Wudlu bukanlah ibadah yang dikhususkan bagi umat Nabi Muhammad Saw saja. Umat-umat terdahulu juga mendapatkan beban hukum Islam berupa wudlu yang diatur waktu itu. Indikasi ini tampak salah satunya dari kisah Juraij yang terkenal.


Dalam rangka memohon petunjuk untuk mengetahui anak yang dilahirkan wanita pezina yang dituduhkan kepadanya, Juraij melakukan shalat dua rakaat setelah berwudlu terlebih dahulu. Wudlu berarti kategori hukum syar'u man qoblana (syariat umat terdahulu) yang lestari hingga kini. Hanya saja dalam hal ini terdapat nilai lebih bagi umat Nabi Muhammad dengan adanya ngurrah wa tahjil-anggota wudlu yang tampak indah dan berseri-seri kelak di hari kiamat.

Wudlu disyaria'tkan kepada umat Nabi Muhammad Saw di Mekkah (satu setengah tahun sebelum hijrah) bersamaan dengan disyariatkan shalat lima waktu pada malam Isra' Mi'raj. Saat itu hukum wudlu baru sebatas mandub (sunnah). Hukum wudlu berubah menjadi wajib ketika di Madinah (pasca hijrah) dengan turunnya Al Qur'an surat Al Maidah ayat 6 bersamaan dengan disyari'atkan tayammum. Waktu itu wudlu wajib untuk setiap kali shalat walaupun belum batal.

Berikutnya pada waktu Fathu Makkah (takluknya kota Mekkah), terjadi lagi perubahan hukum dari wajib wudlu untuk sekali shalat menjadi wudlu untuk beberapa kali shalat selama belum batal. Cerita dimulai ketika Rasulullah Saw menjalankan shalat lima waktu dengan hanya sekali wudlu. Melihat praktik yang tidak lazim ini maka sahabat Umar bin Khattab kontan berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya Engkau melakukan sesuatu yang tidak Engkau lakukan sebelumnya!" Beliau bersabda: "Sesungguhnya aku melakukannya dengan sengaja, wahai Umar!" (HR. Muslim).

Dengan demikian, sejarah wudlu dimulai sejak sebelum hijrah di Mekkah, bersamaan dengan perintah shalat lima waktu pada malam Isra' Mi'raj, hanya saja masih bersifat sunnah. Ketika turun Al Qur'an surat Al Maidah: 6 wudlu wajib dikerjakan setiap akan shalat (wudlu untuk sekali shalat). Baru sejak peristiwa Fathu Makkah selama belum batal diperbolehkan berwudlu untuk beberapa kali shalat.

Inilah sejarah hukum wudlu yang turun dengan metode gradual (tadrij) atau berangsur-angsur yang kami rangkum dari sekian pendapat. Wallohu a'lam.


By : juned

Read More ..
9 Nov 2009

Pengaruh TV


Televisi adalah metamedium, instrumen yang tidak hanya mengarahkan pengetahuan tentang dunia" (Kompas, 10 September 1996) dalam Dedi Mulyana (1997). TV menawarkan ideologinya sendiri yang khas. Dengan tayangan yang batas-batasannya begitu cair: berita, fiksi, propaganda, bujukan (iklan), hiburan, dan pendidikan, TV mencampur adukkan berbagai realitas pengalaman kita yang berlainan: mimpi, khayalana, histeria, kegilaan, halusinasi, ritual, kenyataan, harapan, dan angan-angan, sehingga kita sendiri sulit mengidentifikasi pengalaman kita yang sebenarnya.
TV pada hakikatnya melakukan penetrasi yang lebih besar terhadap kehidupan kita dari pada ideologi-ideologi konvensional yang kita kenal selama ini. Hanya saja caranya begitu halus sehingga silit terdeteksi.
TV telah memberi andil terhadap penurunan bahkan kepunahan budaya lokal. Betapa minimnya pengetahuan masyarakat global ini terhadap akar budayanyan sendiri. Ketika tidak munculnya budaya-budaya lokal di layar kaca, secara bersamaan sirna dalam ingatan warganya. Pada saat tertentu, ketika generasi baru muncul, mereka tidak menemukan sebuah tradisi dan budaya yang telah dilestarikan nenek moyangnya pada tontonan mereka. Akhirnya jangan aneh jika mereka merasa asing terhadap berbagai pagelaran musik dan budaya tradisional, baik calung, angklung, wayang, jaipong, bahasa daerah dan budaya lokal lainnya.
Sistem budaya lokal yang seharusnya berfungsi membuat masyarakat bertahan hidup dan relatif tentram, kini setelah mengalami sinkronisasi budaya, justru menyebabkan masyarakat bingung, gagap, tak berdaya, mengalami konflik dan geger budaya di negara mereka sendiri. Budaya televisi, meminjam ungkapan Taufik Abdullah, adalah ‘budaya pop’ yang melarutkan identitas dalam keseragaman yang dangkal sehingga kita kahilangan kemampuan untuk mendefinisikan jati diri bangsa kita. Dengan kata-kata Umar Kayam, "TVRI maupun TV swasta belum mendukung kualitas yang ideal dari proses dialektika budaya yang justru penting disajikan dalam pembentukan sosok dan jati diri bangsa" (Kompas, 23 Agustus 1996).
Perilaku yang ditirukan remaja dan anak-anak kita tidak sekedar bersifat fisik dan verbal, melainkan justru nilai-nilai yang dianut tokoh-tokoh yang dilukiskan acara tersebut. Pengaruh TV memang tidak harus langsung terlihat, namun terpaan yang berulang-ulang pada akhirnya dapat mempengaruhi sikap dan tindakan pemirsa. Dengan kata lain, pengaruh TV boleh jadi bersifat jangka panjang, substil, dan sulit dibuktika lewat penelitian-penelitian yang biasa dilakukan.
Para pengelola TV biasanya berlindung di balik pernyataan: "inilah yang diinginkan masyarakat kita" atau "Globalisasi tak dapat dihindarkan". Kita langsung menyerah alih-alih berfikir bagaimana agar kita membuat program-program TV yang bermutu, menarik secaya memberdayakan masyarakat, selain secara finansial menguntungkan. Kita lupa bahwa mayoritas masyarakat kita kurang terdidik, dan karenanya kurang kritis, termasuk mereka yang berada di pedesaan. Kita juga lupa bahwa sebagian besar dari pemirsa adalah anak-anak yang cenderung meniru apa yang mereka lihat dalam TV. Karenanya, keberadaan benda ini sangat besar pengaruhnya dalam proses pembentukan pola pikir dan karakter perilaku suatu masyarakat. Sehingga keberadaannya sangat penting dalam melakukan propaganda untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Dengan demikian, pengaruh negatif TV agaknya tidak lagi kita rasakan dan sulit kita amati karena kita sudah terbiasa bergaul dengan TV. Persoalannya sekarang bagaimana kita dapat meminimalkan dampak negatif itu? Apakah yang harus dilakukan kita secara individual, keluarga hingga masyarakat secara kolektif?
Tiga Agenda Utama
Kenapa individu, keluarga dan masyarakat? Sebab persoalan efek negatif TV selalu memporakporandakan sisi ketahanan nilai yang dimiliki manusia secara individu, tatanan hubungan keluarga dan keretakan hubungan sosial masyarakat. Sesungguhnya ketiga pihak tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain, tidak bisa dipisahkan baik dalam memahami persoalan maupun dalam penanganannya.
Pertama, secara individu, setiap orang memiliki tugas masing-masing untuk senantiasa membentengi diri dari berbagai pengaruh asing yang datang dan menggerogoti sendi-sendi pertahanan dirinya. Beragam cara yang dapat dilakukan agar setiap individu bisa terhindar paling tidak meminimalisir berbagai pengaruh luar yang datang lewat sajian program TV. Hanya saja tentunya akan sangat tergantung kepada sejauh mana tingkat pemahaman seseorang terhadap persoalan TV dan segala efek negatifnya, inilah yang senantiasa menjadi persoalan. Minimnya filter yang dimiliki seseorang sangat berkorelasi dengan ketidak pahaman mereka terhadap dampak TV. Pengetahuan yang parsial tentang dunia TV, menjadikan TV sebagai "dewa" yang tidak mungkin lepas dari perhatiaannya. Tentunya, bukan artian TV secara fisik, tetapi muatannya yang memberikan nilai dan ajaran baru bagi setiap audiensnya. Tingkat kecanduan yang kian akut, orang menyaksikan tayangan TV seolah-olah hadir tanpa cacat. Dengan berbagai kekuatannya, TV mendoktrinkan segala sajiannya hingga menjelma menjadi sebuah perilaku baru yang muncul dari individu-individu yang (sesungguhnya) tidak tahu apa-apa.
Kedua, pada lingkungan keluarga, sesungguhnya televisi hadir lebih berfungsi sebagai penghibur. Arena pergaulan dan alur komunikasi yang di bangun pada suatu keluarga terkadang lebih efektif ketika ada sebuah media yang menjembatani kerekatan itu terbangun. Dan TV sebagai media yang dapat hadir di tengah-tengah kehidupan setiap keluarga kapanpun dan dimanapun, sesungguhnya memiliki fungsi tersebut. Hingga pada fungsi menghibur, sesungguhnya TV masih memiliki kedudukan yang terhormat pada kehidupan sebuah keluarga, sebab memberikan dampak yang positif.
Namuan banyak keluarga yang tidak menyadari bahwa terasa atau tidak, perlahan tapi pasti, perubahan program tayangan TV semakin hari semakin membahayakan kehidupan keluarga. Bukan hanya persoalan banyaknya waktu yang tersisa di depan layar, tetapi muatan yang memberikan dampak negatif bagi perilaku dan nilai-nilai baru pada setiap anggota keluarga sungguh sangat berbahaya. Kini kita menyaksikan akumulasi berbagai dampak negatif tersebut, baik mengalami langsung, menyaksikan, maupun berdasarkan informasi dari berita ataupun yang lainnya. Kenapa saat ini banyak muncul berbagai tindak kekerasan, pencabulan (pemerkosaan tidak wajar), dan berbagai tindak menyimpang lainnya pada keluarga? Inipun kalau pola makan, jenis makanan, cara berkomunikasi, cara berfikir dan etika yang sesungguhnya tidak wajar menurut tata aturan budaya lokal dan agama ditoleransi. Kalaupun itu menjadi satu persoalan, betapa kompleksnya persoalan keluarga hari ini yang diakibatkan oleh sebuah tayangan TV yang awalnya berfungsi sebagai media penghibur.
Untuk mempersingkat kata, betapa bahayanya keberadaan tayangan TV hari ini, hingga mampu memporak porandakan tatanan kehidupan keluarga. Untuk menghindari berbagai tayangan TV, keluarga-keluarga di Amerika, kata Dedi Mulyana (1997), hingga menempatkan TV di gudang atau tempat-tempat yang tidak diminati anggota keluarga. Mereka sadar, bahwa pada kondisi zaman seperti ini, kita tidak mungkin menghindarkan diri dari berbagai perangkat media termasuk TV. Hanya saja, yang mungkin dilakukan adalah meminimalisir efek negatif TV dengan cara mempersempit aktivitas nonton TV. Sebab dengan menyimpan TV di tempat-tempat yang malas untuk dikunjungi, berarti membatasi diri untuk melakukan aktifitas menonton. Cara itu hanyalah salah satu cara yang telah dilakukan keluarga di Amerika, dan keluarga kita bisa melakukan berbagai cara agar keluarga terhindar dari efek negatif TV. Atau kita bisa meniru apa yang telah dilakukan Ade Armando dan keluarga dengan selogan "diet menonton TV". Subsatansinya sama, memberi jarak kepada anggota keluarga dari berbagai bentuk tontonan TV yang nyata sangat besar efek negatifnya.
Ketiga, secara kolektif, sesungguhnya masyarakat harus diselamatkan dari berbagai perilaku menyimpang yang diakibatkan program TV. Inilah yang menurut saya perlu dibangun kebersamaan antar lembaga-lembaga tertentu yang peduli terhadap kondisi masyarakat hari ini yang sudah sangat memperihatinkan, guna memagari atau menyembuhkan mereka dari faktor penyebab penyimpangan itu paling tidak yang datang dari tayangan TV. Lembaga-lembaga yang dapat melakukan aksi-aksi kemanusiaan guna menyelamatkan moralitas bangsa ini dapat berasal dari mana saja, baik unsur keagamaan atau LSM lainnya. Hanya saja menurut saya, organisasi keagamaan dengan berbagai simpulnya baik MUI, ICMI atau Ormas-ormas (Muhammadiyah, NU, Persis dan lainnya) memiliki tanggung jawab lebih. Selain itu mereka juga dapat melakukan aksi-aksinya dengan sangat efektif, mengingat mereka memiliki massa yang riil mulai tingkat pusat hingga grass root.
Apapun naman aliansi itu, yang penting mereka memiliki agenda yang jelas yaitu menyelamatkan moralitas anak bangsa dari berbagai efek negatif TV secara makro, dan memantau juga mengkritisi segala bentuk tayangan TV yang selalu dianggap sumber masalah secara mikro. Lembaga ini tidak seperti media watch, tetapi lebih pleksibel. Selain bertugas mengkritisi tayangan-tayangan yang sekiranya dapat membahayakan pola pikir dan perilaku masyarakat, mereka berfungsi sebagai penyalur aspirasi ummat yang terkadang terpendam dan tidak pernah tersalurkan. Mereka juga selalu melakukan advokasi terhadap berbagai persoalan ummat yang ditimbulkan dari program TV. Selain itu, mereka harus melakukan presure kepada pihak-pihak berwenang, baik itu pengelola TV, pemerintah atau yang lainnya agar senantiasa menghentikan berbagai tayangan yang dapat memberikan dampak negatif pada masyarakat.
Berangkat dari niat baik, untuk senantiasa membela masyarakat dari korban kapitalesme global (lewat tayangan TV), saya yakin dengan kekuatan yang ada kita pasti bisa.


by juned

Read More ..

Proses pendidikan yang berakar dari kebudayaan, berbeda dengan praksis pendidikan yang terjadi dewasa ini yang cenderung mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan.
Kita memerlukan suatu perubahan paradigma [paradigma shift] dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia [H.A.R. Tilaar, 1999:168], oleh karena itu, arah perubahan paradigma baru pendidikan Islam diarahkan untuk terbentuknya masyarakat madani Indonesia tersebut.

Arah perubahan paradigma pendidikan dari paradigma lama ke paradigma baru, terdapat berbagai aspek mendasar dari upaya perubahan tersebut, yaitu, Pertama, paradigma lama terlihat upaya pendidikan lebih cenderung pada : sentralistik, kebijakan lebih bersifat top down, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat parsial, karena pendidikan didisain untuk sektor pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan, serta teknologi perakitan. Peran pemerintah sangat dominan dalam kebijakan pendidikan, dan lemahnya peran institusi pendidikan dan institusi non-sekolah. Kedua, paradigma baru, orientasi pendidikan pada: disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik; artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum.

Meningkatnya peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif dalam upaya pengembangan pendidikan, pemberdayaan institusi masyarakat, seperti keluarga, LSM, pesantren, dunia usaha [Fasli Jalal, 2001: 5], lemabag-lembaga kerja, dan pelatihan, dalam upaya pengelolaan dan pengembangan pendidikan, yang diorientasikan kepada terbentuknya masyarakat nadani Indonesia.


by Juned

Read More ..

Di antara hal yang di anggap modern di era ini adalah sains dan teknologi. Sains dan teknologi mengalami perkembangan yang begitu pesat bagi kehidupan manusia. Dalam setiap waktu para ahli dan ilmuwan terus mengkaji dan meneliti sains dan teknologi sebagai penemuan yang paling canggih dan modern. Keduanya sudah menjadi simbol kemajuan dan kemodernan pada abad ini. Oleh karena itu,
apabila ada suatu bangsa atau negara yang tidak mengikuti perkembangan sains dan teknologi, maka bangsa atau negara itu dapat dikatakan negara yang tidak maju dan terbelakang.
Kembali ke topik masalah sains dan teknologi. Pandangan Islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat mendukung umatnya untuk me-research dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam sains dan teknologi adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini oleh Allah dianugerahkan kepada manusia, yag nota benenya manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Pandangan Islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW.
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya". (QS. Al-Isra: 1-5)
Menurut seorang pakar tafsir kontemmporer asal Indonesia, Prof. Dr. Quraisy Syihab, ‘iqra’ terambil dari kata menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak.[1] Dalam ayat yang lain, Allah SWT memuji kepada hambanya yang memikirkan penciptaan langit dan bumi. Bahkan banyak pula ayat-ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk meneliti dan memperhatikan alam semesta.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Imran: 190-191)
'Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?" (QS. Asy-Syu’ara: 7)
Katakanlah: “Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman”. (QS. Yunus: 101)
Ayat-ayat di atas adalah sebuah support yang Allah berikan kepada hambanya untuk terus menggali dan memperhatikan apa-apa yang ada di alam semesta ini. Makanya seorang ahli sains Barat, Maurice Bucaile, setelah ia melakukan penelitian terhadap al-Qur’an dan Bibel dari sudut pandang sains modern. Ia mengatakan:
“Saya menyelidiki keserasian teks Qur’an dengan sains modern secara obyektif dan tanpa prasangka. Mula-mula saya mengerti, dengan membaca terjemahan, bahwa Qur’an menyebutkan bermacam-macam fenomena alamiah, tetapi dengan membaca terjemahan itu saya hanya memperoleh pengetahuan yang sama (ringkas). Dengan membaca teks arab secara teliti sekali saya dapat mengadakan inventarisasi yang membuktikan bahwa Qur’an tidak mengandung sesuatu pernyataan yang dapat dikritik dari segi pandangan ilmiah di zaman modern.”[2]
Jika sains dan teknologi ini ditelusuri kembali ke masa-masa pertumbuhannya, hal itu tidak lepas dari sumbangsih para ilmuwan muslim. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa asal-usul sains modern atau revolusi ilmiah berasal dari peradaban Islam. Memang sebuah fakta, umat Islam adalah pionir sains modern. Jikalau mereka tidak berperang di antara sesama mereka, dan jika tentara kristen tidak mengusirnya dari Spanyol, dan jika orang-orang Mongol tidak menyerang dan merusak bagian-bagian dari negeri-negeri Islam pada abad ke-13, mereka akan mampu menciptakan seorang Descartes, seorang Gassendi, seorang Hume, seorang Cupernicus, dan seorang Tycho Brahe, karena kita telah menemukan bibit-bibit filsafat mekanika, emperisisme, elemen-elemen utama dalam heliosentrisme dan instrumen-instrumen Tycho Brahe dalam karya-karya al-Ghazali, Ibn al-Shatir, para astronom pada observatorium margha dan karya-karya Takiyudin.[3]
Peradaban Islam pernah memiliki khazanah ilmu yang sangat luas dan menghasilkan para ilmuwan yang begitu luar biasa. Ilmuwan-ilmuwan ini ternyata jika kita baca, mempunyai keahlian dalam berbagai bidang. Sebut saja Ibnu Sina. Dalam umurnya yang sangat muda, dia telah berhasil menguasai berbagai ilmu kedokteran. Mognum opusnya al-Qanun fi al-Thib menjadi sumber rujukan primer di berbagai universitas Barat.
Selain Ibnu Sina, al-Ghazali juga bisa dibilang ilmuwan yang refresentatif untuk kita sebut di sini. Dia teolog, filosof, dan sufi. Selain itu, dia juga terkenal sebagai orang yang menganjurkan ijtihad kepada orang yang mampu melakukan itu. Dia juga ahli fiqih. Al-Mushtasfa adalah bukti keahliannya dalam bidang ushul fiqih. Tidak hanya itu, al-Ghazali juga ternyata mempunyai paradigma yang begitu modern. Dia pernah mempunyai proyek untuk menggabungkan, tidak mendikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Baginya, kedua jenis ilmu tersebut sama-sama wajib dipelajari oleh umat Islam.
Selain para ilmuwan di atas, Ibnu Rusyd layak kita sebut di sini. Dia filosof ulung, teolog dan menguasai kedokteran. Bahkan dia juga bisa disebut sebagai faqih. Kapabalitasnya dalam bidang fiqih dibuktikan dengan karya tulisnya Bidayah al-Mujtahid. Filosof ini juga menjadi inspirasi gerakan-gerakan di Barat. Tidak sedikit ideologinya yang diadopsi oleh orang Barat sehingga bisa maju seperti sekarang.
Ilmuwan lainnya seperti Fakhruddin al-Razi, selain seorang teolog, filosof, ahli tafsir, dia juga seorang yang menguasai kedokteran. Al-Khawarizmi, Matematikawan dan seorang ulama. Dan masih banyak lagi para ulama sekaligus ilmuwan yang dihasilkan dari Peradaban Islam. Semua itu menunjukkan, bahwa suatu peradaban bisa maju dan unggul, meskipun tetap dilandasi oleh agama dan kepercayaan terhadap Tuhan (Allah SWT).
Adapun kondisi umat Islam sekarang yang mengalami kemunduran dalam bidang sains dan teknologi adalah disebabkan oleh berbagai hal. Sains Islam mulai terlihat kemunduran yang signifikan adalah selepas tahun 1800 disebabkan faktor eksternal seperti pengaruh penjajahan yang dengan sengaja menghancurkan sistem ekonomi lokal yang menyokong kegiatan sains dan industri lokal. Contohnya seperti apa yang terjadi di Bengali, India, saat sistem kerajinan industri dan kerajinan lokal dihancurkan demi mensukseskan ‘revolusi industri” di Inggris.
Sains dan teknologi adalah simbol kemodernan. Akan tetapi, tidak hanya karena modern, kemudian kita mengabaikan agama sebagaimana yang terjadi di Barat dengan ideologi sekularisme. Karena sains dan teknologi tidak akan pernah bertentangan dengan ajaran Islam yang relevan di setiap zaman.


[1] Prof. Dr. Quraisy Syihab, Wawasan al-Qur’an, [2] Maurice Buccaile, La Bible Le Coran Et Le Science, terj. Bible, Qur’an dan Sains Modern oleh H.M. Rasjidi, Jakarta: Bulan Bintang, hal. 10.
[3] Majalah Islamia, Thn. I, No. 4, Artikel Prof. Dr. Cemil Akdogan.
oleh : juned

Read More ..
6 Nov 2009

Wawasan media islam

Saudara-saudara sekalian, meski di Barat Islam dikenal sebagai The Fastest Growing Religion in the World”, namun sayangnya di Indonesia tidak begitu.
Jika pada tahun 1960 jumlah ummat Islam sekitar 92%, data terkini menyatakan ummat Islam tinggal 75% saja. Artinya sekitar 34 juta lebih Muslim di Indonesia sudah murtad berpindah agama.

Selain turun dari sisi kuantitas, sisi kualitas pun juga menurun. Daerah-daerah yang dulu dikenal sebagai wilayah Muslim yang kuat seperti Aceh, Sumatera Barat, Betawi, Jawa Barat, Kalsel, dan sebagainya, sudah tidak sulit lagi menemukan satu kampung atau desa yang sudah murtad semua. Tak heran jika busana yang mengumbar aurat, pergaulan bebas, minuman keras dan sebagainya merajalela.

Ini karena kita sudah kurang memperhatikan masalah Iman. Saya lihat banyak penerbit Islam yang cuma menerbitkan buku tentang terorisme, khilafiyah, kesesatan aliran ”X”, Novel Cinta Islam, dan sebagainya. Namun jarang yang membahas soal Iman sebagaimana Kitab Sifat 20 dulu yang memperkenalkan keimanan dari adanya Tuhan, Sifat-sifat Allah, Sifat-sifat Nabi, dan sebagainya.
Padahal Iman adalah nikmat Allah yang paling penting dan utama. Nabi Muhammad pun diutus Allah ke dunia agar mengajak manusia beriman kepada Allah dan meyakini bahwa Muhammad adalah utusan Allah sehingga mereka mengucapkan 2 kalimat syahadat.

Wallahu a'lam.

Read More ..